Sunday, August 23, 2015

0 Tersenyumlah Dengan Hatimu...

TERSENYUMLAH DENGAN HATIMU, DAN KAU AKAN MENGETAHUI BETAPA DAHSYAT DAMPAK YANG DITIMBULKAN OLEH SENYUM MU...


Kisah ini di kirim oleh Mahasiswi asal Indonesia yang bermukim di Jerman, demikian layak untuk dibaca dan direnungkan.

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kwalitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.

Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling". Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyuman kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka.

Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan di depan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah  bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya fikir, tugas ini sangatlah mudah . Setelah menerima tugas tersebut, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman halaman kampus, untuk pergi ke restoran McDonald’s yang berada di sekitar kampus.

Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong. 

Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, menddak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri dibelakang saya pun ikut menyingkir keluar dari antrian. 

Suatu ketika berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada menyingkir??

Saat berbalik itulah saya membaui suatu “bau badan kotor” yang cukup menyengat, ternyata tepat dibelakang saya, berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil!!!

Saya bingung dan tidak mampu bergerak sama sekali. Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki2 yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang “tersenyum” ke arah saya. Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. 

Ia menatap ke arah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima “kehadirannya” di tempat itu. Ia menyapa “Good Day” sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan. Secara spontan saya membal;as senyumannya, dan seketika teringat oleh saya “tugas” yang diberikan oleh dosen. Lelaki kedua sedang meminkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya. Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defiensi mental dan lelaki dengan mata biru adalah “penolong” nya. 

Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka, dan kami bertiga tiba-tiba saja sudah sampai di depan counter. Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan “kopi saja, satu cangkir nona.”

Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan di restoran disini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.

Tiba-tiba saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka. Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya dan pasti juga melihat semua “tindakan” saya. 

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan pa yang akan ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta diberikan dua paket makan pagi (di luar pesanan saya) dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bermata biru itu, sambil saya berucap,”makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua.”

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah berkaca-kaca dan dia hanya mampu berkata,”Terima Kasih banyak, nyonya”

Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata,”Sesunggunya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikan sesuatu ke telinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian.”

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa manahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. 

Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu. Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka.

Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata,”Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti untuk memberikan ‘keteduhan’ bagi diriku dan anak-anakku!”

Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar-benar bersyukur dan menyadari, bahwa hanya karena ‘bisikan-Nya’ lah kami telahj mampu memanfaatkan ‘kesempatan’ untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan. Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu lainnya, mereka satu-persatu menghampiri meja kami, untuk sekadar ber’jabat tangan’ dengan kami.

Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap,”Tanganmu telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada di sini, jika suatu saat saya diberi kesempatan oleh-Nya, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami.

Saya hanya bisa berucap,”Terima Kasih” sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran, saya sempatkan untuk melihat ke arah kedua lelaki itu, dan seolah ada ‘magnit’ yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung menoleh ke arah kami sambil tersenyum, lalu melambai-lambaikan tangannya ke arah kami.

Dalam perjalan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar2 ‘tindakan’ yang tidak pernah terfikir oleh saya. 

Pengalaman itu menunjukkan kepada saya betapa ‘kasih sayang Tuhan itu sangan HANGAT dan INDAH sekali!’

Saya kembali ke kampus, pada hari terakhir kuliah dengan ‘cerita’ ini di tangan saya. Saya menyerahkan ‘paper’ saya kepada dosen. Dan keesokan harinya, sebelum mulai kuliahnya, saya dipanggil dosen ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata,”Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?” dengan senang hati saya mengiyakan.

Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswa pun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah-olah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang didekat saya diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.

Diakhir pembacan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper.

Tersenyumlah dengan’HATI-MU’ dan kau akan mengetahui betapa “DAHSYAT” dampak yang ditimbulkan oleh SENYUMAN itu.

Dengan cara-NYA sendiri, Tuhan telah ‘menggunakan’ diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di McDonald’s, suamiku, anakku, guruku dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam trerakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah dapatkan di bangku manapun yaitu “PENERIMAAN TANPA SYARAT.


0 comments:

Post a Comment

 

Nuansa Pagi Menjemput Rizki Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates